add my FACEBOOK (CLICK on PHOTOS)
Click hereClick here

Friday, July 1, 2011

pernahkah kita merasa cukup

Ada satu kisah, seorang kakek tua sebatang kara menemukan lubang ajaib. Lubang itu bisa mengeluarkan kepingan emas yang tak terbatas jumlahnya. Lubang itu bisa membuat si kakektua menjadi kaya raya seberapa pun yang diinginkannya, sebab lubang ajaib itu baru akan berhenti mengeluarkan kepingan emas bila si kakek mengucapkan 3kali kata “cukup”. Seketika si kakek terpengarah melihat kepingan emas yang tak terhingga jumlahnya. Diambilnya beberapa ember untuk menampung kepingan emas itu.
Setelah semuanya penuh, lalu diambilnya beberapa karung bekas yang kemudian diisi penuh dengan kepingan emas. Timbunan kepingan emas terus menumpuk, sementara si kakek mencari beberapa tempayan untuk diisi. Bahkan mengisi penuh seluruh rumahnya. Masih kurang? Iya. Dia kemudian berusaha menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya. Merasa belumcukup, dia membiarkan lubang ajaib itu terus mengeluarkan kepingan emas hingga akhirnya si kakek mati kelelahan dan tertimbun bersama ketamakannyakarena dia tidak pernah bisa berkata cukup walaupun hanya sekali saja.
Anggaplah kisah itu hanya sebuahcerita yang tidak pernah dibuktikan kebenarannya. Tapi pernahkah kita menyadari bahwa kita sering bertindak seperti si kakek tua tadi? Tidak pernah merasa cukup, atau tidak pernah mengucapkan kata cukup. Kata yang paling sulit untuk diucapkan oleh kita barangkali adalah kata “cukup”.
Ketika saling tukar cerita dengan teman sesama karyawan, hampir semua mengeluh bahwa gajinya tidak cukup untuk menghidupi kebutuhan keluarganya. Hampir semua teman-teman merasa gajinya belum sepadan dengan kerja keras yang dilakukan setiapharinya. Bahkan mengakui bahwa istilah P8 (Pergi Pagi Pulang Petang Penghasilan Pas Pas-an dan Pasrah) merupakan satu kenyataan yang menyakitkan.
Di sisi lain, pengusaha hampir selalu merasa pendapatan perusahaannya masih kurang memuaskan (di bawah target). Banyak istri mengeluh suaminya kurang perhatian. Sedang suami-suami berpendapat istrinya kurang pengertian. Anak-anak menganggap orang tuanya kurang kasih sayang. Seorang atasan menganggap bawahannya kurang cekatan, bawahan merasaatasannya kurang tanggap dengan keinginannya. Semua merasa kurang dan kurang. Kapankah kita bisa berkata “cukup” dengan ikhlas?
Cukup hanya bisa diucapkan dan dirasakan oleh orang yang bisa mensyukuri. Cukup bukanlah soal jumlah namun cukup adalah persoalan hati. Dengan berkata cukup, kita merasa lebih nyaman dan damai. Tak perlu ragu berkata cukup. Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya. Mengucapkan kata cukup membuat kita berbesar hati dengan apa yang telah kita terima. Cukup berarti kepuasan hati bukan berarti stagnasi atau berdiam diri.
Ada suatu cerita keteladanan Sahabat Nabi tentang itu :
Abu Bakar RA adalah seorang pedagang kain, dan ia hidup dengan dagangannya itu. Sehari setelah dilantik menjadi kholifah, dengan membawa beberapa helai kain di tangannya, ia berjalan menuju pasar untuk berjualan seperti biasanya. Di tengah jalan, ia berjumpa dengan Umar RA. Umar RA bertanya, “Mau kemana engkau?” Jawab Abu Bakar RA, “Mau ke pasar,” Sahut Umar RA, “Jika engkau sibuk berdagang, lalu siapakah yang akan menjalankan tugas kekholifahan?”Jawab Abu Bakar RA, “Lalu bagaimana aku harus membiayai keluargaku?” Umar RA berkata, “Mari kita menjumpai Abu Ubaidah (yang dijuluki penjaga amanah oleh Nabi SAW) agar ia menentukan uang gajimu.” Keduanya pun menjumpai Abu Ubaidah RA, dan ditetapkanlah tunjangan untuk Abu Bakar RA, yang jumlahnya sama dengan tunjangan seorang muhajirin lainnya, tidak kurang dan tidak lebih dari itu.
Suatu hari, istrinya berkata kepada Abu Bakar RA, “Aku ingin makan sedikit manisan,” Jawab Abu Bakar RA, “Aku tidak memiliki uang untuk membelinya.” Kata istrinya, “Jika engkau izinkan akan kuhemat uang belanja sehari-hari agar dapat membeli manisan itu, “Abu Bakar RA pun menyetujuinya.
Maka istri Abu Bakar RA menabung sedikit demi sedikit uang belanjanya setiap hari. Beberapa hari kemudian, uang itu pun terkumpul untuk membeli makanan yang diinginkan istrinya. Setelah terkumpul, istrinya menyerahkan uang itu kepada suaminya untuk dibelikan bahan makanan tersebut. Namun Abu Bakar RA berkata, “Tampaknya dari pengalaman ini, uang tunjangan kita dari Baitul-Mal telah melebihi keperluan kita,” Lalu Abu Bakar RA mengembalikan uang yang sudah dikumpulkan oleh istrinya itu ke Baitul Mal. Dansejak hari itu, uang tunjangan Abu Bakar RA dikurangi sejumlah uang yang dapat dihemat istrinya.
Ya Allah ya Gafuur.....
Ampuni kami ... atas kurang pahamnya kami
Ampuni kami ....atas kurang syukurnya kami
Ampuni kami ... atas berlebihan-lebihannya kami dalam mencintai makhlukMu
Ampuni kami ... atas khianat-khianat kami ...
Ampuni kami ... atas kelalaian dan maksiat kami
Engkau tak butuh kami .. tapi kamibutuh Engkau...kami butuh penjagaan Engkau.. kami butuh cinta dan ridho Engkau.. amiiinn....
Untuk mencapai kedamaian hati didalam kehidupan ini, janganlah biarkan ketamakan memenjara pikiran kita sehingga membuat kita sulit berkata cukup. Belajarlah untuk mencukupkan diridengan apa yang kita miliki hari ini, maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia. Sekali lagi, belajarlah berkata cukup, dan seringlah mengucapkan syukur pada Allah, sesungguhnya Allah memberikan rezeki berdasarkan apa yang kita butuhbukan berdasarkan apa yang kitainginkan.
dikutip dari ARTIKEL ISLAMI

No comments:

Post a Comment